… lalu dia menghapus senja digantinya pada matahari rebah di horison laptop itu teringat pada majalah sastra menggali kuburnya sejak detik pertama dilahirkan (Perumpamaan pada Rindu Sebiji Nangka QQ)
… dia menggaruk punggungnya di balik kaos partai warna biru
anjiiiing, keselek guwah!!!
tangan yang sama mencedok nasi tadi ke piringku kini sudah sendokan kelima di mulutku (Kali Ini Lelaki Tua Penjaga Warteg Menggaruk Pantatnya)
Melalui 'Aku Mengenangmu dengan Pening yang Butuh Panadol', Berto mendedahkan Jakarta yang menyesakkan pada sejumlah puisinya. Ia membawa kita menyaksikan Jakarta yang ibarat tanjidor, beserta orang-orangnya yang bertingkah seperti Atun (dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan), yang memaksa masuk ke dalam sesuatu yang tidak ia pahami hanya untuk mendapati diri terjepit oleh banyak hal dan tidak bisa membebaskan diri.
Sebuah kumpulan puisi yang membawa Jakarta dan segala perih-kacrut-manis-romantis dalam narasi-puitik yang tak terduga.
… lalu dia menghapus senja digantinya pada matahari rebah di horison laptop itu teringat pada majalah sastra menggali kuburnya sejak detik pertama dilahirkan (Perumpamaan pada Rindu Sebiji Nangka QQ)
… dia menggaruk punggungnya di balik kaos partai warna biru
anjiiiing, keselek guwah!!!
tangan yang sama mencedok nasi tadi ke piringku kini sudah sendokan kelima di mulutku (Kali Ini Lelaki Tua Penjaga Warteg Menggaruk Pantatnya)
Melalui 'Aku Mengenangmu dengan Pening yang Butuh Panadol', Berto mendedahkan Jakarta yang menyesakkan pada sejumlah puisinya. Ia membawa kita menyaksikan Jakarta yang ibarat tanjidor, beserta orang-orangnya yang bertingkah seperti Atun (dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan), yang memaksa masuk ke dalam sesuatu yang tidak ia pahami hanya untuk mendapati diri terjepit oleh banyak hal dan tidak bisa membebaskan diri.
Sebuah kumpulan puisi yang membawa Jakarta dan segala perih-kacrut-manis-romantis dalam narasi-puitik yang tak terduga.