Membaca Cermin Dua Arah seperti masuk ke dalam sebuah dunia yang membuat kita tak ingin keluar. Semua ceritanya mampu membuat kita mengernyitkan dahi, tersenyum, dan bahkan merasa takut secara bersamaan. Di balik semua cerita pun ada pesan filosofis yang dalam sehingga cerita tidak berakhir di buku, tetapi terus hidup di pikiran pembaca.
Dengan mengambil genre fiksi mini (micro fiction) yang banyak digunakan oleh penulis-penulis terkenal Amerika Latin, seperti Jorge Luis Borges, Gabriel Garcia Marquez, Ana Maria Shua, dan lain-lain, cerita-cerita sangat pendek yang ditulis oleh Adi K. sangat menggugah imajinasi pembaca dan mengajak untuk berpikir. Pada setiap cerita kita bisa mendapati dark humor serta twist ending yang begitu tak terduga.
“Kisah-kisah yang ditulis Adi K. ini adalah flash fiction. Keunikannya karena ringkas, tapi menggoda kita untuk berpikir lebih panjang; setidaknya merenungkan ulang apa yang kita sangka biasa dan sederhana. Ide-ide besar dalam buku ini menjadi semacam bom kecil di kepala yang mampu meledakkan imajinasi.” —Agus Noor
Membaca Cermin Dua Arah seperti masuk ke dalam sebuah dunia yang membuat kita tak ingin keluar. Semua ceritanya mampu membuat kita mengernyitkan dahi, tersenyum, dan bahkan merasa takut secara bersamaan. Di balik semua cerita pun ada pesan filosofis yang dalam sehingga cerita tidak berakhir di buku, tetapi terus hidup di pikiran pembaca.
Dengan mengambil genre fiksi mini (micro fiction) yang banyak digunakan oleh penulis-penulis terkenal Amerika Latin, seperti Jorge Luis Borges, Gabriel Garcia Marquez, Ana Maria Shua, dan lain-lain, cerita-cerita sangat pendek yang ditulis oleh Adi K. sangat menggugah imajinasi pembaca dan mengajak untuk berpikir. Pada setiap cerita kita bisa mendapati dark humor serta twist ending yang begitu tak terduga.
“Kisah-kisah yang ditulis Adi K. ini adalah flash fiction. Keunikannya karena ringkas, tapi menggoda kita untuk berpikir lebih panjang; setidaknya merenungkan ulang apa yang kita sangka biasa dan sederhana. Ide-ide besar dalam buku ini menjadi semacam bom kecil di kepala yang mampu meledakkan imajinasi.” —Agus Noor