Sajak-sajak Arafat Nur banyak mengandung aforisma yang menarik dan mengejutkan. Sejumlah aforisma ciptaannya merefleksikan hubungan penyair dengan puisinya. Hormat saya untuk aforisma-aforisma ini: “Puisi adalah jalan, bukan kesimpulan. Jejaknya menyisakan tanya di setiap kata yang tak sempurna, tak berarti.” – “Kekasih cantikmu tidak menemukan apa pun dalam puisimu, seumpama lampu-lampu yang gagal dinyalakan, yang tak kuasa memanggil apa-apa, selain rajam kesunyian.” – “Kenapa kebahagiaan yang sederhana itu kaubuat menjadi sangat rumit?” – “Di sini aku hanya mampu menggubah puisi dari penggalan-penggalan pendek kata-katamu yang meninggalkan gema panjang di ingatanku.” – “Di dalam diriku begitu banyak orang yang mengajakku berbincang macam-macam.” – “Aku menulis puisi dari orang-orang dalam diriku yang membisikkan kata perkata ke telinga.” – “Terkadang Tuhan turun di hatimu, tapi tidak tinggal lama.” – “Aku suka puisi yang kala dibaca begitu nikmat, serupa kopi dibubuhi susu, diberikan pemanis madu (aku tak terlalu suka gula), diseduh lembut tanganmu.” – “Sebenarnya puisi juga kamar luas yang melebihi dunia.” – “Kekasihmu pun tak ada di sana, dia telah tersesat dalam puisi-puisi yang kaucumbui semalam dan tak mungkin bisa kembali.”
Sajak-sajak Arafat Nur banyak mengandung aforisma yang menarik dan mengejutkan. Sejumlah aforisma ciptaannya merefleksikan hubungan penyair dengan puisinya. Hormat saya untuk aforisma-aforisma ini: “Puisi adalah jalan, bukan kesimpulan. Jejaknya menyisakan tanya di setiap kata yang tak sempurna, tak berarti.” – “Kekasih cantikmu tidak menemukan apa pun dalam puisimu, seumpama lampu-lampu yang gagal dinyalakan, yang tak kuasa memanggil apa-apa, selain rajam kesunyian.” – “Kenapa kebahagiaan yang sederhana itu kaubuat menjadi sangat rumit?” – “Di sini aku hanya mampu menggubah puisi dari penggalan-penggalan pendek kata-katamu yang meninggalkan gema panjang di ingatanku.” – “Di dalam diriku begitu banyak orang yang mengajakku berbincang macam-macam.” – “Aku menulis puisi dari orang-orang dalam diriku yang membisikkan kata perkata ke telinga.” – “Terkadang Tuhan turun di hatimu, tapi tidak tinggal lama.” – “Aku suka puisi yang kala dibaca begitu nikmat, serupa kopi dibubuhi susu, diberikan pemanis madu (aku tak terlalu suka gula), diseduh lembut tanganmu.” – “Sebenarnya puisi juga kamar luas yang melebihi dunia.” – “Kekasihmu pun tak ada di sana, dia telah tersesat dalam puisi-puisi yang kaucumbui semalam dan tak mungkin bisa kembali.”